Halimah berkisah, ketika itu sedang musim paceklik di mana kami sudah tidak memiliki apa-apa lagi, lalu aku pergi dengan mengendarai seekor keledai betina berwarna putih kehijauan milikku beserta seekor unta yang sudah tua.
Demi Allah! Tidak setetes pun susu yang dihasilkannya, kami juga tidak bisa melewati malam dengan tidur pulas lantaran tangis bayi kami yang menangis kelaparan sedangkan air susu di payudaraku tidak mencukupi.
Begitu juga dengan air susu unta tua kami tersebut sudah tidak berisi. Akan tetapi kami selalu berharap pertolongan dan jalan keluar.
Selanjutnya aku pergi dengan mengendarai keledai betina milikku yang sudah tidak kuat lagi untuk meneruskan perjalanan sehingga hal ini membuat rombongan kami merasa kesulitan akibat letih dan kondisi kekeringan yang melilit.
Akhirnya kami sampai juga ke Makkah untuk mencari bayi-bayi yang akan disusui tersebut. Tidak seorang wanita pun di antara kami ketika ditawarkan kepadanya untuk menyusui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melainkan menolaknya bila diberitahu perihal kondisi beliau yang yatim.
Sebab, tujuan kami hanya mengharapkan imbalan materi dari orang tua si bayi sedangkan beliau shallallahu alaihi wasallam bayi yang yatim, apa gerangan yang dapat diberikan oleh ibu dan kakeknya buat kami? Kami semua tidak menyukainya karena hal itu.
Akhirnya, semua wanita penyusu yang bersamaku mendapatkan bayi susuan kecuali aku. Tatkala kami semua sepakat akan berangkat pulang, aku berkata kepada suamiku, Demi Allah! Aku tidak Sudi pulang bersama teman-temanku tanpa membawa seorang bayi susuan. Demi Allah! Aku akan pergi ke rumah bayi yatim tersebut dan akan mengambilnya menjadi bayi susuanku.
Lalu suamiku berkata, Tidak mengapa bila kamu melakukan hal itu, mudah-mudahan Allah menjadikan kehadirannya di tengah kita sebagai suatu keberkahan. Akhirnya aku pergi kepada beliau shallallahu alaihi wasallam dan membawanya serta. Sebenarnya, motivasiku membawanya serta hanyalah karena aku tidak mendapatkan bayi susuan selain beliau.
Halimah melanjutkan. Setelah itu, aku kembali dengan membawanya menuju tungganganku. Ketika dia kubaringkan di pangkuanku, kedua susuku seakan menyongsongnya untuk meneteki seberapa dia suka, dia pun meneteknya hingga kenyang, dilanjutkan kemudian oleh saudara sesusuannya (bayiku) hingga kenyang pula. Kemudian keduanya tertidur dengan lelap padahal sebelumnya kami tak bisa memicingkan mata untuk tidur karena tangis baik kami tersebut.
Suamiku memeriksa unta tua milik kami dan ternyata susunya sudah berisi, lalu dia memerahnya untuk diminum. Lalu dia minum dan aku juga ikut minum hingga perut kami kenyang, dan malam itu adalah malam tidur terindah yang pernah kami rasakan, di mana kami tidur dengan lelap.
Pada pagi hari, suamiku berkata kepadaku. Demi Allah! Tahukah kamu wahai Halimah? Kamu telah mengambil manusia yang diberkahi. Aku menimpali, Demi Allah! Aku berharap demikian. Kemudian kami pergi lagi, aku menunggangi keledai betinaku dan membawa serta beliau shallallahu alaihi wasallam di atasnya.
Demi Allah! Keledai betinaku tersebut sanggup menempuh perjalanan yang tidak sanggup dilakukan oleh unta-unta merah mereka, sehingga teman-teman wanitaku dengan penuh keheranan berkata kepadaku.
Wahai putri Abu Zuaib! Ada apa denganmu! Kasihanilah kami, bukankah keledai ini yang dulu engkau tunggangi ketika pergi?
Aku menjawab, Demi Allah, inilah keledai yang dulu itu! Mereka berkata, Demi Allah, pasti ada sesuatu pada keledai ini. Kemudian sampailah kami di tempat tinggal kami di perkampungan Kabila Bani Sa'ad.
Sepanjang pengetahuanku tidak ada bumi Allah yang lebih tandus darinya. Sejak kami pulang dengan membawa Muhammad shallallahu alaihi wasallam, kambing ku tampak dalam keadaan kenyang dan air susunya banyak sehingga kami dapat memerahnya dan meminumnya, padahal orang-orang tidak mendapatkan setetes air susu pun meskipun di kantong susu kambing.
Kejadian ini membuat kaumku yang bermukim berkata kepada para penggembala mereka, Celakahlah kalian! Pergilah, ikuti ke mana saja penggembala kambing putri Abu Zuaib menggembalakan kambingnya.
Meskipun demikian, realitasnya, kambing-kambing mereka tetap kelaparan dan tidak mengeluarkan air susu setetes pun sedangkan kambing ku selalu kenyang dan banyak air susunya.
Demikianlah, kami selalu mendapatkan tambahan nikmat dan kebaikan dari Allah hingga tak terasa 2 tahun pun berlalu dan tiba waktuku untuk menyapihnya. Dia tumbuh berkembang tidak seperti kebanyakan anak-anak sebayanya, sebab sebelum mencapai usia 2 tahun dia sudah tumbuh dengan postur yang bongsor.
Sumber: Perjalanan hidup Rasul yang agung Muhammad ﷺ (Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri)
Akhukum Fillah: Deni Ansyah
.png)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar